Dalam berbagai kesempatan kita sering diingatkan untuk membaca surat Al Kahfi di setiap hari jumat. Hadist menyatakan mereka yang membaca surah al kahfi di hari jumat akan terhindar dari fitnah dajjal. Tentu ada hikmah di sini, mengapa membaca (tentu dalam arti sebenarnya) akan menghindarkan kita dari fitnah dajjal. Dalam tulisan kali ini kita akan menelusuri hikmah pesan-pesan surat Al Kahfi bagi kita sebagaimana disimpulkan oleh seorang ulama terkenal dari India, Abul Hasan An-Nadwi.
Kunci Memahami Kepribadian Dajjal
Siapakal dajjal ? Analisa secara etimologis memberikan kita dua karakter kunci yang melekat dalam apa yang disebut sebagai dajjal (ad-dajjaal), kepalsuan (ad-dajalu, falsehood) dan tipu daya (at-tadjil, deception). Dajjal adalah siapapun (apapun) yang menyesatkan pandangan hidup kita.
Kita cenderung mempersepsi bentuk dajjal dalam bentuk pribadi manusia. Abul Hasan An-Nadwi lebih dari itu, memahami karakteristik dajjal ini dapat muncul dalam bentuk peradaban. Dajjal dapat merupakan sistem yang menyesatkan manusia dari jalan kebenaran merupakan sistem dajjal. Bagi beliau peradaban (barat) modern merepresentasikan dua karakter dajjal di atas, pertama karakter mengaburkan kebenaran dan melabel kebatilan dengan nama yang menarik (beragam isme modern). Karakter kedua adalah karakter materialisme dalam peradabannya. Materialisme ini termanifestasi dalam keyakinan maupun sikap hidup. Keyakinan yang mengingkari eksistensi Tuhan maupun hari akhir serta faktor-faktor kekuasaan Tuhan di dunia ini. Materialisme dalam keyakinan semata-mata meyakini sebab-sebab material dalam fenomena alam dan kehidupan. Tidak ada tempat bagi kemahakuasaan Tuhan dalam fenomena alam atau tiada relevansi hukum moral dalam kehidupan, merupakan pokok utama keyakinan ini. Keyakinan akan kehidupan akhirat ditolak secara tegas oleh keyakinan materialisme. Materialisme dalam tindakan dan sikap termanifestasi dalam tindakan dan sikap mengutamakan kehidupan dunia. Pencapaian kekayaan dan kekuasaan adalah nilai utama.
Bagaimana peradaban barat mencapai karakter materialismenya ini ? Bagi beliau selain akar-akar greko-roman, agama Kristen dan Yahudi memiliki andil besar yang membawa peradaban barat modern ke arah materialisme. Bagi beliau konflik antara agama (Kristen) dengan ilmu (maupun negara) dalam sejarah peradaban barat modern memberi andil pada munculnya karakter materialistik peradaban barat; demikian juga praktek (maupun ajaran) keagamaan Yahudi yang jauh dari ajaran, praktek keagamaan asli kenabian. Beliau menyinggung minimnya aspek kehidupan akhirat muncul dalam referensi keagamaan yang ada (perjanjian lama) maupun perlombaan mengejar kekuasaan, kemegahan, maupun favoritisme bangsa.
Tema Pokok Surat Al Kahfi
Abul Hasan An-Nadwi menegaskan mengenai tema pokok surat al Kahfi ini adalah pergulatan, konflik antara Iman dan Materialisme. Pertentangan antara padangan dan sikap hidup kebendaan, visi keduniaan semata, mengakarkan semua kejadian pada sebab-sebab material (tabi’i); dengan pandang dan sikap hidup yang dibentuk dari keimanan kepada Tuhan dan hari akhirat dan nubuwah sebagai medium pengetahuan. Dalam kisah-kisah yang disampaikan dalam surat ini, poros hikmahnya adalah pada pertentangan antara iman dan materialisme ini. Kisah-kisah yang dimaktubkan dalam surat al kahfi menegaskan sempitnya perspektif materialistik dalam memandang dan menyikapi fenomena kehidupan ini.
Ashabul Kahfi
Kisah Ash-habul Kahfi, kisah mengenai upaya para pemuda yang beriman kepada Allah beberapa kurun setelah wafatnya nabi ‘Isa (Jesus) menyelamatkan iman mereka dengan berlindung ke dalam sebuah gua. Hijrahnya mereka ke dalam sebuah gua untuk menghindari penindasan penguasa zalim. Penguasa zalim yang tidak memahami iman dan tidak menyukai keimanan tumbuh subur di teritorialnya. Allah menidurkan mereka selama 300 dan 9 tahun. Sebuah kuasa Allah. Dalam kekuasaan-Nya sebab-sebab material (alamiah) menjadi hal yang relatif. Ini merupakan kritik terhadap keyakinan materialistik yang memandang bahwa sebab-sebab alamiah akan mengarahkan dunia ini sebagaimana seharusnya, dengan melupakan faktor kuasa Tuhan.
Ada kesejajaran yang dapat kita temui dalam kisah ini denga apa yang dialami kaum muslimin awal di Makkah ketika surat ini diturunkan. Ejekan, penyiksaan, paksaan dan persekusi yang dialami kaum muslimin di Makkah; mirip dengan persekusi yang dialami ashahul kahfi di zamannya. Setelah tertidur sekian lama, terjadi pergeseran masyarakat mereka (elit maupun awam) memeluk iman. Demikian pula yang dialami oleh kaum muslimin belasan tahun kemudian, ketika mereka akhirnya mengalami fathu Makkah. Demikian pula dengan karakter keteguhan iman yang muncul dalam dua komunitas ini.
Pada ujung kisah (ayat 28) menyimpulkan karakter mereka yang beriman sebagai pengutamaan keyakinan, perilaku saleh, dan hubungan ruhani dengan Allah. Sedangkan karakter materialistik adalah karakter pengutamaan dunia dan pemilikan materi duniawi serta menurutkan hawa nafsu. Dari inspirasi bagian akhir ayat ini, Abul Hasan An Nadwi, menyimpulkan karakter dominan peradaban barat modern adalah karakter melampaui batas (ektremisme dan berlebihan), dalam pandangan dunia-nya, maupun moralitas dan perilakunya.
Pemilik Dua Kebun
Kisah dua orang pemilik kebun, kisah mengenai keangkuhan seorang pemilik kebun yang diberikan kekayaan (pertanian) besar tapi tidak mengakui faktor kekuasaan Allah yang menumbuh-kembangkan semua yang dimilikinya. Kisah mengenai seorang pemilik kebun yang merasa kehebatan (ilmu dan produktifitas-nya) saja yang menjadi faktor utama kesuksesannya. Sikap hidupnya yang penuh kemewahan (berbangga dengan jumlah harta dan anak), dan merasa semuanya akan kekal dan tidak akan dimintai tanggung jawab apapun di akhirat kelak. Petani yang beriman memahami faktor “maasya Allah, la quwwata illa billah” atau “insya Allah” dalam kehidupannya, dalam kesuksesan profesinya dan produktifitas pertaniannya.
Kesadaran akan relatifnya nilai kekayaan, harta dan banyaknya anak. Ini merupakan kisah yang halus, kisah betapa seorang yang beriman (beragama) pun dapat terjatuh pada sikap materialistik dalam hidupnya. Sikap hidup maupun tindakan materialistik tidak selalu berakar pada keyakinan hidup materialistik pula. Dia dapat muncul dari mereka yang memiliki keyakinan religius, namun nilai-nilai religiusitas itu tenggelam dan dianggap tidak relevan dengan kehidupan yang riel dan nyata. Salah satu poin yang juga diingatkan oleh Abul Hasan An Nadwi adalah perlunya memastikan bahwa keyakinan kepada hari akhir merupakan asas dalam kehidupan maupun reformasi kehidupan baru sebuah masyarakat. Tetapi jangan sampai terjatuh ke dalam filsafat pragmatisme yang menganggap keyakinan kepada hari akhir diperlukan hanya karena dia bermanfaat saja dalam reformasi kehidupan, kedudukan sebagai alat saja.
Musa dan Khidhir
Kisah Musa dan Khidhir merupakan kisah populer. Sebuah kisah mengenai terbatasnya sudut pandang yang sering kali kita gunakan dalam memahami atau menilai fenomena kehidupan. Apa yang kita ketahui, kadang hanya merupakan zahir-nya saja dari kehidupan dunia ini. Kisah ini menegaskan perlunya kita memiliki kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan pandangan empiris kita terhadap kehidupan. Ilmu empiris hanya bergulat dengan alam syahadah (empiris). Sedang yang gaib, tiada kita ketahui kecuali yang diajarkan oleh Allah.
Kisah Zulqarnain
Kisah Zulqarnain, kisah mengenai seorang yang diberikan kekuasaan besar tetapi menggunakannya secara bijak dan adil. Kisah mengenai pentingnya memadukan sebab-sebab alamiah (material) dengan visi moral yang bersumber dari keimanan. Sehingga kekuasaannya tidak berubah menjadi dajjal yang menyesatkan dan menzalami banyak orang.
Catatan Rujukan
Refleksi Abul Hasan An Nadwi edisi aslinya ditulis dalam bahasa arab (asshira’ bainal iman wal maddiyah), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Faith versus Materialism, The Message of Surah al Kahf. Edisi yang dirujuk dalam tulisan ini adalah terbitan Islamic Book Trust 2010. Edisi Bahasa Indonesia diterbitkan oleh Mizan, Bandung dengan judul Pergulatan Iman dan Materialisme, Hikmah Surat Al-Kahfi, cetakan pertama 1985, cetakan keempat 1993. Sebagian isi buku ini dirujuk, dikutip dan dibahas dalam buku Kisah-Kisah Al-Qur’an karya Shalah Al Khalidi, jilid dua, terbitan Gema Insani Press. Buku Shalah Al Khalidi, lebih merujuk kepada pemahaman Sayyid Qutb dalam memetic hikmah dari surat ini.
Edisi ebook tersedia di halaman resmi berikut.
https://abulhasanalinadwi.org/wp-content/uploads/2017/10/72.png
https://abulhasanalinadwi.org/book/bainal-eimani-wal-maddiyati_surah-kahaf/
https://abulhasanalinadwi.org/book/pertentangan-iman-dengan-materialisma/
https://abulhasanalinadwi.org/book/faith-versus-materialism-the-message-of-surat-ul-kahf/