Syaikh Basyuni Imran dari Sambas, Kalimantan Barat mengajukan pertanyaan mengenai penyebab kemunduran kaum Muslim kepada Syakib Arsalan (tokoh gerakan Islam-Arab) melalui majalah Al Manar yang dipimpin oleh Rasyid Ridha pada tahun 30-an abad lalu. Pertanyaan itu adalah :
- Apa penyebab kemunduran dan kejatuhan kaum Muslim secara umum, dalam kehidupan moral (keagamaan) maupun temporal (keduniaan)? Secara khususkemunduran kaum Muslim di Jawa dan Semenanjung Melayu. Kemana kehormatan, izzah, yang dijanjikan Tuhan dalam ayat-Nya kepada kaum Muslim ?
- Apakah penyebab kemajuan bangsa Eropa, Amerika dan Jepang ? Apakah dimungkinkan bagi umat Islam untuk maju seperti mereka, dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama mereka ?
Mengapa umat Islam mundur ?
Syakib Arsalan menyatakan bahwa fenomena kemunduran merupakan fenomena yang merata di dunia Islam, yang berbeda hanya derajat atau levelnya saja. Sebelum menjawab pertanyaan, mengapa umat islam mundur ?, perlu terlebih dahulu diketahui apa penyebab kemajuan umat Islam di kurun awal. Syakib Arsalan menyatakan faktor keagamaan, Islam, merupakan faktor pendorong utama kemajuan bangsa arab dahulu.
Bagaimana faktor Islam ini dioperasionalkan ? Bagi Amir Syakib, kata kuncinya terletak pada iman dan amal, keyakinan dan aksi, yang tidak terpisahkan dalam islam. Hal ini kemudian menuntut umat untuk memenuhi kualifikasi yang menuntutnya ke gelanggang perjuangan, jihad. Karakter iman dan amal yang dinamis ini tidak mencukupkan identitas keislaman seseorang pada atribusi keberagamaan sebagai pemeluk Islam maupun pada aktifitas kesalehan pribadi semata-mata.
Persyaratan di atas, menurut Arsalan, terpenuhi pada masa-masa kejayaan Islam dahulu. Berbeda dengan karakter pejuang pendahulunya, umat islam saat ini, pada awal abad kedua puluh, kehilangan gairah, semangat dan kesetiaan terhadap keimanannya. Hal ini digambarkan oleh Syakib Arsalan dalam beberapa fenomena berikut :
- Rendahnya semangat untuk memberi dan berkorban. Syakib Arsalan menggambarkan betapa pengorbanan yang diberikan oleh orang-orang Barat untuk membela negeri mereka, sebagaimana terjadi dalam perang dunia I. Perang itu telah menewaskan jutaan orang. Demikian pula dengan pengorbanan harta, jutaan dolar hilang untuk membela kepentingan bangsa mereka. Syakib Arsalan mengontraskan itu semua dengan pengorbanan yang diberikan oleh umat Islam untuk membela negeri mereka sendiri, maupun pembelaan terhadap saudara mereka yang berada di luar tanah airnya.
- Pengkhianatan para elite. Perjuangan umat islam dalam menghadapi bangsa penjajah seringkali mentah atau gagal karena pengkhianatan elite mereka dalam perjuangan, baik elite kepemimpinan maupun elite intelektualdan ulamanya.
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas Syakib Arsalan mencatat beberapa penyebab kemunduran umat Islam. Pertama, adalah kebodohan. Fenomena buta huruf saat itu adalah fenomena merata di dunia Islam. Ini mencerminkan tingkat penguasaan ilmu umat. Bukan hanya kebodohan dalam arti ini, ada jenis kebodohan lain yang juga menjadi penyebab. Munculnya karakter manusia dengan pengetahuan yang setengah matang.
Kedua, karakter, moralitas atau akhlak yang rendah. Kemajuan memiliki akhlak atau karakter yang mendukungnya semisal, keberanian, keteguhan, kesabaran (determinasi diri), dan mengembangkan kapasitas intelektual. Alih-alih memiliki moralitas yang kuat, umumnya umat islam justru dipenuhi oleh rasa takut, pengecut, rendah diri, perasaan tidak berdaya dan sekedar menjadi objek semata.
Ketiga, sikap koruptif yang menjangkiti elit penguasa. Arsalan menunjuk satu sikap koruptif mendasar terkait hal ini. Sikap itu adalah sikap despotik yang menganggap rakyat hanya sebagai makhluk yang diciptakan bagi mereka, sehingga tindakan mereka penuh dengan kesewenang-wenangan dan lalim.s
Apa responsi umat Islam terhadap kemajuan Barat ?
Superioritas peradaban barat adalah kenyataan yang dihadapi oleh umat Islam. Melihat superioritas Barat ini responsi umat Islam terhadapnya bermacam-macam.
Syakib Arsalan memetakan dua responsi ekstrem yang diberikan oleh sebagian kalangan umat Islam dalam menyikapi kemajuan Barat. Profil pertama adalah mereka yang ultra-modern, jahid, ingkar. Profil pertama ini adalah profil yang mengingkari sejarah dan identitas kultural mereka, yang ingin mengesampingkan agama dari kehidupan sosial dan kemajuan, yang ingin melikuidasi agama dari kehidupan sosial politik, yang ingin membangun wilayah itu menjadi wilayah netral agama. Profil kedua adalah mereka yang menganut konservatisme ekstrem, jamid, lembam. Profil kedua ini adalah profil yang enggan berubah, yang menolak ilmu pengetahuan semata-mata karena ia adalah produk orang kafir, yang bersikap fatalistik, yang menutup diri dan mencukupkan dengan warisan tradisi semata-mata.
Apakah mungkin umat Islam maju sekaligus bertahan dalam Islam ?
Syakib Arsalan mengafirmasi secara positif kemungkinan ini. Beliau menyebut Jepang bisa menjadi pelajaran. Islam sendiri mampu memberikan dorongan dan motivasi internal untuk meraih kemajuan, sebagaimana dulu ia pernah meraih kejayaan.
Kedua profil sikap terhadap kemajuan Barat diatas bagi Syakib Arsalan merupakan pilihan sikap yang tidak tepat. Syakib Arsalan membantah sikap pertama dengan mengajak mereka untuk memikirkan lebih dalam fenomena sejarah bangsa-bangsa yang maju bukanlah bangsa yang melepaskan identitas keagamaan dan kultural mereka. Eropa (dengan negara-bangsa yang beraneka) dan Jepang justru menegaskan dan memelihara identitas keagamaan dan kultural mereka. Guna membantah sikap kedua, Syakib Arsalan banyak smengutip ayat-ayat Al Quran yang mengajak untuk optimis, bekerja, dan menghilangkan sikap fatalistik dalam kehidupan. Ia juga mengingatkan sikap konservatisme ekstrem akan memuluskan para penjajah untuk menduduki negeri mereka.
Bagaimana umat Islam bisa maju kembali ?
Syakib Arsalan menyimpulkan jalan untuk maju kembali ada pada jalan memberi dan berkorban, mengembalikan semangat juang umat. Rekonstruksinya berarti melalui pengembalian karakter keyakinan dan perbuatan yang mendorong pengorbanan.
Catatan
Dari penjelasan di atas kita memahami bahwa Syakib Arsalan mengembalikan penyebab kemunduran maupun kekalahan peradaban yang diderita oleh umat Islam pada sebab moral, karena umat sudah jauh dari kuatnya keyakinan maupun standar moralitas pendahulu mereka. Dalam bahasa awam kita sering membahasakan ini dengan mengatakan, umat sudah sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Dengan demikian kembalinya keyakinan maupun kualitas moral (yang dalam hal ini diwakili oleh terminologi jihad) merupakan pra-syarat bagi kemajuan umat Islam. Perspektif ini secara umum mengembalikan pokok permasalahan yang dialami dunia Islam pada level individu (pada keyakinan/moralitas). Semakin banyak jumlah mereka yang memiliki kualitas keyakinan dan moral yang tinggi, semakin mudah untuk menyelesaikan masalah kemunduran maupun masalah membangun kemajuan dunia Islam. Apakah hal ini mencukupi ? Setidaknya kita perlu melihat perspektif lain, baik secara sosial maupun budaya.