Edisi awal Terjemahan Al Qur’an Bahasa Indonesia Departemen Agama menambahkan heading yang mengelompokkan ayat-ayat dalam satu tema tertentu. Pada edisi baru, heading ini sudah tidak ada lagi. Sebenarnya heading itu sangat membantu fokus kita dalam mengapresiasi apa yang kita baca. Hal yang mungkin sulit dicapai adalah memahami keterkaitan antar tema, apa keterkaitan satu tema dengan tema sebelum dan sesudahnya, bagaimana pembicaraan mengenai tema tertentu kemudian berubah ke tema lain (yang sekilas bagi kita tampak tidak berhubungan). Di sinilah kita memerlukan bantuan sudut pandang yang agak umum, general, yang dapat membantu kita memahami koherensi antar tema dalam sebuah surat pada Al Qur’an. Tulisan ini akan mencoba melakukan ikhtisar dan eksposisi terhadap koherensi tematis surat Al Baqarah menurut Syaikh M.A. Darraz, yang beliau ungkapkan dalam bab terakhir buku beliau Qur’an The Eternal Challenge (An Naba’ Al Adzhim).
Ikhtisar
Sebagaimana sebuah komposisi yang koheren Syaikh M.A. Darraz menguraikan sebuah surat memiliki bagian pengantar, tujuan-(tujuan) pembahasan (maqashid) dan kesimpulan. Surat Al Baqarah menurut beliau terdiri atas bagian pembukaan, empat tujuan dan kesimpulan.
Pengantar | Mendefinisikan Al Qur’an, penjelasan mengenai petunjuk di dalamnya yang jelas tanpa keraguan; hanya mereka yang berpenyakit hati saja yang menolaknya. | Ayat 1-20 |
Tujuan 1 | Seruan kepada semua manusia untuk memeluk Islam. | Ayat 21-39 |
Tujuan 2 | Arahan mengenai pemeluk agama wahyu terdahulu guna menjelaskan beragam kebatilan yang disusupkan maupun dilakukan pemeluknya. | Ayat 40-162 |
Tujuan 3 | Penjelasan detail dan luas mengenai syari’at (hukum) agama ini. | Ayat 163-283 |
Tujuan 4 | Mengingatkan sifat relijius yang mengarahkan manusia menjalankan hukum dan mencegahnya dari melanggarnya. | Ayat 284 |
Kesimpulan | Menegaskan mereka yang telah menerima seruan agama ini, dan menggariskan ganjaran yang akan mereka terima. | Ayat 285-286 |
Pengantar
Sasaran huruf-huruf terpecah (Alif Lam Mim) adalah untuk menarik perhatian pendengar. Mirip dengan upaya seorang pendidik dengan menarik perhatian kemudian menggunakan beragam cara agar mereka ingin tahu lebih jauh. Untuk tujuan ini Allah menegaskan Al Qur’an adalah kitab terbaik, tidak ada yang standing dengannya. Bukti hal ini adalah (1) kandungan kebenaran di dalamnya (2) kemudian menampilkan kebenaran itu secara terang benderang tanpa keraguan dan kebingungan, (3) dan mengajak manusia untuk memahami dan menapaki kebenaran itu.
Apa yang ingin kita ketahui kemudian adalah mengetahui efek yang ditimbulkannya bagi mereka yang mendengarkan panggilannya ? Berdasarkan sikap mereka terhadap kitab ini manusia terpeta ke dalam tiga golongan : (1) yang mempercayainya, (2) yang mengingkarinya dan (3) yang ragu untuk memilih. Partikel ‘lam’ pada kalimat “hudan lil muttaqin” menurut Syaikh Darraz merupakan rahasia peralihan yang mengubah atensi kita dari pembicaran mengenai kitab ini ke orang. Al Qur’an membatasi manfaat Al Qur’an sebagai petunjuk bagi golongan pertama (muttaqin). Bagaimana bisa kebenaran Qur’an yang begitu terang, jelas dan tanpa keraguan tidak menemukan jalan ke hati semua pendengarnya ? Kesalahan bukan pada Al Qur’an tetapi pada pendengarnya.
Selanjutnya ia (surat ini) bicara mengenai mereka yang tidak percaya setelah bicara mengenai mereka yang percaya. Diskusi berjalan secara natural, sebagai jawaban terhadap pertanyaan tidak terucap dan keheranan pendengar. Diskusi menjadi lengkap dengan munculnya golongan ketiga, yang pada hakikatnya sama-sama menolak petunjuk sebagaimana golongan kedua.
Terkait tiga golongan ini Al-Qur’an mendiskusikan tiga pokok soal berikut, (1) ringkasan situasi-kondisi nyata mereka, (2) sebab-sebab yang melatarinya, dan (3) informasi mengenai kesudahan akhir mereka (nanti). Terkait golongan pertama (mereka yang bertakwa) Al Qur’an mendeskripsikan, (1) mengenai kualitas takwa mereka secara teoritis dan praktis, (2) dibangun dari sikap mereka yang mau menyesuaikan diri dengan petunjuk Tuhan, (3) ujungnya adalah kesuksesan, kejayaan yang akan mereka dapatkan. Mengenai golongan kedua(mereka yang ingkar), Al Qur’an mendeskripsikan (1) kosongnya iman, dan menebalnya penolakan mereka yang membuat kebenaran tidak masuk, (2) yang tersebab dari tidak digunakannya fakultas pemahaman mereka (mata, telinga dan hati), (3) ujung akhirnya adalah siksa. Golongan ketiga (mereka yang hipokrit, munafik), Al Qur’an mendeskripsikan (1) komposisi penampilan dan realitas mereka yang jahat, klaim iman tetapi hanya tipuan; (2) yang tersebab dari hati yang sakit; (3) ujungnya adalah siksa yang pedih. Golongan kedua mencapai level kebebalan sehingga peringatan jadi tidak berguna. Golongan ketiga mencapai level kebodohan dan arogansi sehingga nasehat menjadi sia-sia.
Guna mendekatkan gambaran dua golongan terakhir ini kepada pendengar Al Qur’an memberikan perumpamaan. Mereka yang tidak percaya dan tertutup hatinya seperti kelompok orang yang berjalan di kegelapan total malam hari; Ketika muncul cahaya mereka justru menolak untuk membuka mata. Mereka yang hipokrit seperti berjalan pada malam hari, di bawah hujan dan petir, membiarkan air tersia-siakan tidak berguna sebagai sumber minum maupun irigasi, mereka hanya memperhatikan kilat, petir dan gelap malam. (Tampak di sini pendapat Syaikh Darraz yang berbeda dengan yang sering kita dengar bahwa perumpamaan-perumpamaan itu adalah bagi kaum munafik).
Pengantar sudah lengkap. Apa kemudian kebenaran yang diikuti oleh golongan pertama dan ditolak golongan kedua dan ketiga ? Kebenaran yang dimisalkan sebagai cahaya dan hujan.
Prediksi kita mungkin gaya bahasa akan diarahkan kepada pembicaraan mengenai iman dan islam. Ternyata alamatnya ditujukan kepada umat manusia. Pada awal surat tiga golongan ini belum terdiskripsi secara jelas, berangsur-angsur tiga golongan tergambar dalam pikiran pendengar dengan jelas karakteristiknya; selanjutnya dimulailah tujuan pertama (1) dari surat ini.
Tujuan 1, Ayat 21-39: Seruan Kepada Umat Manusia Untuk Beriman
Ayat 21-25. Bermula dengan ajakan kepada semua manusia untuk (1) menyembah satu Tuhan saja, (2) mempercayai kitab yang diturunkannya, dan (3) mengingatkan akan hukuman dan ganjaran dari Tuhan. Ini merupakan prinsip dasar keimanan dalam Islam. Aspek-aspek iman yang meliputi bagian awal, pertengahan dan akhir. (1) dan (2) dibuktikan secara logis melalui ayat-ayat kauniyah dan tantangan untuk membuat yang setara dengan kitab Al-Qur’an. Bagian 3 sebenarnya merupakan konsekuensi dari (1) dan (2), tanpa perlu dibuktikan; cukup dengan memotivasi melalui ganjaran yang secara material dapat dibayangkan.
Ayat 26-27. Pada permulaan surat Al Qur’an mendeskripsikan dirinya sebagai petunjuk, di bagian ini ia memberikan penjelasan mengenai metode yang digunakannya dalam memberikan petunjuk. Rangkaian ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Tuhan tidak sama dengan sesuatu apapun, kemudian diikuti dengan kriteria untuk membedakan utusan-Nya yang sebenarnya dengan mereka yang mengklaim sebagai utusan-Nya (Nabi palsu) – kriteria itu adalah kriteria tantangan untuk membuat sesuatu yang setara dengan wahyu-Nya (Al Qur’an); diikuti oleh deskripsi mengenai neraka dan surga, deskripsi material keduanya. Mungkin orang akan bertanya seharusnya Tuhan tidak berbicara mengenai hal-hal begitu. Sebaliknya, pada ayat ini dijelaskan, Tuhan menggunakan beragam fakta dan contoh, menyenangkan atau tidak, dan menempatkannya dalam posisi-lokasi yang tepat, melalui ungkapan yang dipahami manusia sehari-hari. Inilah aspek metode itu.
Ayat 28-39. Kembali lagi ke dalam tujuan awal di atas, tetapi dengan format berbeda. Kalau bagian awal muncul perintah untuk menyembah Tuhan; di bagian ini perintah untuk tidak kufur kepada-Nya. Sebelumnya diajak memikirkan semesta (langit dan bumi, makrokosmos) yang besar, di sini diajak memikikan kehidupan (diri manusia, mikrokosmos). Ayat 30-38, membicarakan kisah Adam sebagai Rasul pertama. Indikasi mengenai prinsip ketiga (iman kepada hari akhir) diindikasikan dalam akhir bagi mereka yang menolak petunjuk yang dikirimkan-Nya, mereka yang tidak beriman. Ini sekaligus merupakan rekapitulasi akhir yang mengindikasikan perubahan pembicaraan selanjutnya pada tujuan ke-2 pada rangkaian ayat (40-162), yang berbicara mengenai kisah umat terdahulu yang menerima petunjuk dari-Nya, Bani Israil.
Tujuan ke-2, Ayat 40-162 : Arahan mengenai pemeluk agama wahyu
Bani Israil adalah kelompok yang memiliki beragam argumentasi jika bicara mengenai iman, berdasar pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari para Rasul sebelumnya. Panggilan kepada iman pada rangkaian ayat ini diarahkan kepada mereka secara spesifik setelah panggilan kepada semua manusia secara umum pada bagian sebelumnya. Metode yang digunakan untuk memanggil mereka kepada iman (sesungguhnya) ini kadangkala secara empatik, penuh persahabatan, kadang secara ofensif, kadangkala dengan mengambil hati mereka melalui pemaparan fakta-fakta sejarah di hadapan mereka.
Syaikh M.A.Darraz menyatakan rangkaian ayat-ayat pada Tujuan ke-2 dapat dikelompokkan ke dalam sub-bagian berikut.
Ayat 40-48 | Pengantar |
Ayat 49-74 | Sub-bagian 1 : Fakta sejarah bangsa Yahudi sejak Musa diutus kepada mereka |
Ayat 75-121 | Sub-bagian 2 : Situasi-Kondisi mereka (Yahudi) pada masa Nabi Muhammad |
Ayat 122-134 | Sub-bagian 3 : Fakta sejarah kaum Muslimin sejak zaman Ibrahim |
Ayat 135-162 | Sub-bagian 4 : Situasi-Kondisi kaum Muslimin (baru) pada masa Nabi Muhammad |
Perhatikan parallel bagian 1-2, dengan 3-4 terkait kelompok (kaum) yang dibicarakan., dan 1-3 dengan 2-4 terkait waktu.
Pengantar, Ayat 40-48. Dimulai dnegan panggilan yang disukai oleh kaum Yahudi dengan mengingatkan mereka pada Nabi (leluhur) mereka, yaitu Bani Israel. Selanjutnya diberikan outline mengenai beragam janji yang harus mereka penuhi, beragam tambahan nikmat yang mereka terima dari Allah yang perlu mereka ingat, serta peringatan bagi mereka.
Sub-bagian 1, Ayat 49-74 : Sejarah Bangsa Yahudi
Delapan ayat awal berbicara mengenai beragam nikmat yang mereka terima (diselamatkannya dari Fir’aun, diturunkannya petunjuk, nikmat makanan dan air minum, naungan dsb). Sebelum mereka diingatkan mengenai pelanggaran dan hukuman yang mereka terima. Tetapi antara dua bagian ini dipisahkan oleh bagian (ibarat sebuah selat) yang menceritakan mengenai ketidakpuasan mereka atas nikmat yang mereka terima (mereka selalu komplain, mengejek, dan tidak bersyukur terhadap kemurahan yang telah Tuhan berikan). Laknat, kemarahan serta hukuman sosial yang mereka terima; karena dosa serta pelanggaran janji yang mereka lakukan ini (tidak berterima kasih, bahkan sampai membunuh para nabi).
Ayat ke-74 memberikan tautan ke sub-bagian selanjutnya (ke-2), semacam persiapan peralihan bicara mengenai masa lalu ke masa kini. “Setelah itu hatimu menjadi keras ..”. Hati yang membatu itu berlanjut dari generasi ke generasi, hingga saat ini. Ini juga merupakan indikasi, jika hati membatu maka alamat panggilan perlu diubah kepada mereka yang hatinya bebas dari penyakit.
Sub-bagian 2, Ayat 75-121: Kondisi Kaum Yahudi Pada Masa Nabi Muhammad
Pada ayat 75 gaya pembicaraan diubah dari gaya naratif menjadi gaya interogatif. Antara masa lalu dan masa kini, ada pelajaran yang harus diambil. Rangkaian ayat selanjutnya kembali naratif menceritakan beragam alasan yang menjadikan mereka tidak dapat diharapkan untuk beriman. Sebagian alasan berlaku bagi mereka, sebagiannya berlaku umum juga bagi mereka yang ingkar. Deskripsi mengenai kaum Yahudi dibagi menjadi dua bagian, terkait kalangan sarjana/intelektual mereka (yang suka menambah atau menyembunyikan wahyu) — ayat 76-77 dan kalangan awam (korban distorsi kalangan intelektual, kalangan rabi mereka) — ayat 78-79. Kemudian diikuti penjelasan mengenai akar penyebab dari perilaku ini, yaitu sikap arogansi mereka, yang membawa mereka klaim mereka tidak akan masuk ke dalam neraka kecuali sebentar saja – ayat 80 . Nabi diminta membantah klaim ini dengan argument, secara logis dan rasional; tidak ada favoritisme di hadapan Allah – ayat 81-82.
Kemudian Al Qur’an (ayat 83-121) mendaftar dan mendeskripsikan beragam pelanggaran, dosa yang mereka lakukan. Penolakan mereka atas kebenaran dengan menyatakan hati mereka telah tertutup, penolakan atas kenabian Muhammad, klaim mereka hanya mempercayai wahyu terdahulu mereka, klaim kesuksesan di hari akhir hanya bagi mereka saja, permusuhannya kepada Jibril, dosa mempelajari sihir, pemutarbalikan bahasa dan seterusnya, hingga dosa yang disebutkan di penghujung sub-bagian 2 ini; dosa yang membawa percumanya mengajak mereka kepada kebenaran, yaitu terkait dengan upaya mereka mengubah Nabi Muhammad itu sendiri mengikuti mereka.
Sub-bagian 3, Ayat 122-134 : Fakta sejarah kaum Muslimin sejak zaman Ibrahim
Proses reformasi mirip seperti proses bertani, bersihkan sawah/ladang kemudian taburkan benih. Setelah kebengkokan jalan yang dilalui umat terdahulu dibentangkan, sekarang dibentangkan contoh (dari umat terdahulu) yang harus diikuti. Konklusi dari bagian sebelumnya, mereka yang memeluk iman adalah mereka yang membaca wahyu sebagaimana ia harus dibaca, ayat 121. Rangkaian ayat selanjutnya mengontraskan sikap dan perilaku sebelumnya dengan sikap dan perilaku yang seharusnya.
Dimulai dengan ajakan kembali kepada Bani Israel dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yang paralel dengan diskusi-diskusi sebelumnya; untuk mengikuti sikap dan perilaku leluhur awal mereka, Ibrahim dan anak-cucunya. Doa yang disebutkan dalam rangkaian ayat ini memberikan ikatan kuat dengan Nabi Muhammad. Ayat 134 merupakan menegaskan dicabutnya keutamaan, kehormatan berdasarkan keturunan semata sebagaimana Kaum Yahudi klaim, dari mereka karena ketidaktaatan mereka.
Sub-bagian 4, Ayat 135-162 : Situasi-Kondisi kaum Muslimin pada masa Nabi Muhammad
Alur pembicaraan berjalan secara alami, bicara mengenai leluhur kemudian bicara mengenai keturunannya. Dimulai dengan kesamaan antara komunitas muslim saat ini (masa kenabian Muhammad SAW) dengan komunitas muslim di masa lalu, dalam ikatan iman dan detail-detailnya. Surat ini juga mendeskripsikan percobaan Bani Israil dan komunitas lain untuk memalingkan mereka dari ikatan iman sejati (melalui masalah kiblat). Pada sub-bagian sebelumnya (3) disinggung mengenai keyakinan sejati Ibrahim dan arah kiblatnya, ini menjadi basis bagi pembicaraan mengenai iman dan arah kiblat pada bagian-bagian awal sub-bagian ini.
Terkait iman, surat ini bicara mengenai ajakan Yahudi dan Nasrani untuk mengikuti akidah mereka. Instruksi Allah kepada kaum mukminin, mereka hanya mengikuti akidah murni Ibrahim, berbasis pada penyerahan diri total kepada Allah. Mereka perlu menegaskan bahwa iman murni memerlukan keyakinan lengkap kepada Tuhan dan seluruh apa yang telah diturunkan-Nya melalui para Nabi, tanpa pembedaan dalam hal ini. Apa yang akan mereka (Yahudi dan Nasrani) tolak ? Apakah mereka menolak keyakinan yang benar mengenai Allah (tauhid), yang mengikuti Ibrahim yang bukan Yahudi maupun Nasrani ? Ayat 141, merupakan penutup argument ini.
Selanjutnya surat bicara mengenai Ka’bah. Peralihan kiblat ini adalah masalah perintah Tuhan. Semua arah sama, pilihan Allah adalah masalah ketaatan dan tes keimanan. Masalah kiblat juga terkait dengan ibadah lain pada lokasi di dekatnya (safa marwa). Masalah simbol ini sama dengan masalah kiblat.
Tujuan 2 sudah lengkap. Dimulai dengan memberitahu orang beriman tentang apa yang musuh mereka katakan mengenai prinsip-prinsip islam. Kemudian melalukan klarifikasi terhadap hal itu.. Selanjutnya diarahkan untuk penguatan ke dalam (kaum beriman), mereka diarahkan untuk setia dengan prinsip-prinsip kebenaran itu (teoritis maupun praktis). Pada akhirnya kesimpulan akhir merupakan awal dari saasaran baru dimana orang beriman dituntun untuk memahami ajaran Islam secara lebih detail. Sekarang Allah sudah selesai berurusan dengan musuh kebenaran, sekarang urusan diarahkan kepada hamba-Nya. Menutup urusan dengan mereka yang jahat dan membuka bab mengenai kebaikan.
Tujuan 3, Ayat 163-283 : Penjelasan detail dan luas mengenai syari’at (hukum) agama ini.
Pembicaraan dalam bagian ini dapat dipetakan ke dalam sub-bagian berikut.
Ayat 163-177 | Pengantar, Pintu Gerbang Pembicaraan | Aspek tauhid dalam ibadah |
Aspek tauhid dalam legislasi | ||
Indeks legislasi hukum | ||
Ayat 178-199 | Hukum-Hukum yang memerlukan kualitas Kesabaran | Sabar dalam bahaya (perang) |
Sabar dalam kesulitan | ||
Sabar dalam kesempitan | ||
Ayat 200-214 | Ayat-Ayat Nasehat, sebagai Relaksasi (rehat sementara dari pembicaraan hukum). | Grup manusia berdasar aspirasinya |
Grup manusia berdasar motivasinya | ||
Penyucian jiwa, ketabahan, sabar | ||
Ayat 215-283 | Hukum-Hukum yang memerlukan kualitas Memenuhi Janji | Hukum keluarga |
Hukum Perjuangan di jalan Allah (Jihad dan Infaq fi sabilillah) | ||
Pengantar, Pintu Gerbang Pembicaraan : Ayat 163-177
Aspek tauhid dalam ibadah. Ayat 163-165.
Penekanan aspek tauhid secara teoritis dan ibadah hanya kepada Allah saja dicapai dengan berbicara mengenai Ka’bah, Safa Marwa, Maqam Bbrahim. Inti dari ibadah adalah tidak mengarahkan kepada fisik material, tetapi menyembah Allah saja. Sasaran lainnya mengikat mereka dengan ikatan cinta dengan orang beriman di masa lalu (melalui rangkaian kisah Ibrahim dan petilasan sejarahnya), seolah sebagai satu kesatuan dan kelanjutan.
Aspek tauhid dalam legislasi. Ayat 168-176.
Karena sasaran utama tujuan 3 ini terkait dengan perintah dan larangan secara detail, perlu dipahami dari mana sumber legislasi. Jika hanya ada satu Tuhan, dan kita berserah diri pada-Nya, kita harus mematuhi semua perintah-Nya. Dalam menekankan otoritas legislasi Al Qur’an di sini menggunakan pendekatan yang sama dalam menekankan ketahuidan-Nya. Bermula dari kejelasan berkah dan nikmat yang diberikan-Nya, Dia memberikan hukum yang mudah seusai dengan fitrah mereka. Aspek makanan kemudian disinggung di sini, dari sebegitu besar makanan, hanya sedikit yang dilarang. Prinsipnya apa saja halal kecuali yang dilarang (ayat 168). Pada saat darurat, yang dilarang pun boleh (ayat 173). Ditutup dengan peringatan agar tidak menyimpang dari kebenaran (ayat 176).
Kenapa aspek makanan ditempatkan di sini di awal-awal memulai pembicaran terkait legislasi, halal dan haram dalam syariat Islam? Ini terkait koherensi dengan bagian sebelum dan sesudahnya. Dari sudut pandang praktis, subjek atau tema legislasi akan dibicarakan secara detail nanti. Ini semacam penarik perhatian bahwa sasaran baru akan dimulai. Bersesuaian dengan koherensi tematik sebelumnya. Penyimpangan umat manusia (sebagaimana terefleksi dalam penyimpangan kaum musyrikin maupun ahli kitab) biasanya bermula dari penyimpangan iman, berlanjut dengan menuhankan hal-hal lain sebagai sekutu bagi Allah, kemudin penyimpangan sekitar masalah halal-haram. Penyimpangan paling dekat, terkait halal-haram, adalah terkait masalah makanan. Mereka mulai mengharamkan atau menghalalkan makanan yang dihalalkan atau diharamkan sebelumnya oelh Allah, bahkan memberikan sesembelihan atas nama berhala. Aspek pertama yang umum bercanggah dengan aturan Tuhan adalah dalam masalah makanan dan penghasilan.
Indeks Legislasi. Ayat 177.
Bid’ah tekait makanan terhubung dengan masalah keesaaan Tuhan, sejajar dengan masalah kiblat terhubung dengan iman Ibrahim sub-bagian sebelumnya. Diskusi di sini diakhiri dnegan perinangatan yang sama : “menyembunyikan apa yang telah Allah turunkan”. Masalah sesembelihan dan arah kiblat memberikan karakteristik khusus bagi umat Islam, sebagaimana deklarasi Tauhid dan Salat.
Pendengar sudah siap untuk mendengarkan legislasi Tuhan secara lebih detail (perintah dan larangan). Pertama diberikan indeks umum legislasi. Dimulai dengan pernyataan tempat atau arah ritual ibadah bukan keseluruhan kebaikan yang diinginkan. Ini hanya satu aspek saja. Kebaikan meliputi semua aspek, teoritis (iman) maupun praktis : terkait relasi dengan orang, penyembahan (ibadah) kepada Tuhan maupun moralitas. Sebagian aspek praktis kebaikan dalam ayat ini ditampilkan sebagai judul ringkas saja (heading).
Pembicaraan tentang iman diberikan dalam urutan yang berbeda dengan sebelumnya (Tuhan, Kitab-Rasul, Akhirat); disini aspek Tuhan dan Akhirat disatukan, baru terkait dengan malaikat, kitab dan nabi. Karena ini adalah medium dimana hukum dan peraturan diketahui. Urutanya juga medium terkait ini juga tepat : malaikat, kitab kemudian nabi.
Ujung ayat menyimpulkan semua aspek kebaikan (pelaksanaan legislagi Syariah) melalui kualitas moral yang diperlukan untuk pelaksanaan dengan penekanan pada dua jenis kualitas : kualitas moral untuk memenuhi janji (perjanjian) dan kualitas moral dalam bentuk kesabaran. Detail-detail hukum selanjutnya akan diberikan, sesuai dengan garis bawah kualitas moral yang diperlukan dalam implementasinya. Urutan pembicaraan nantinya diubah, hukum dengan syarat moral kesabaran dibahas terlebih dahulu, hukum dengann syarat moral pemenuhan janji kemudian.
Hukum-Hukum yang memerlukan kualitas Kesabaran. Ayat 178-199.
Sabar dalam bahaya | Kualitas sabar di sini bukan terkait dengan sabar kemalangan perang semata, juga bukan hanya terkait sabar dalam menaklukkan musuh. Yang disasar adalah sabar sebagai kekuatan moral yang dalam pengendalian diri dalam melaksanakan perintah-perintah hukum. Disebutkan disini, mekanisme pengendalian diri saat pembalasan maupun pembunuhan tanpa diskriminasi juga keadilan dalam pembalasan (qisas). 178-179
Bicara mengenai perang/pembunuhan adalah bicara mengenai kematian. Ayat selanjutnya diuraikan tugas bagi mereka yang akan meninggal dunia, terkait wasiat dan warisan. 180-182
|
Sabar dalam kesulitan | Bukan sekedar sabar dalam sakit tetapi sabar dalam lapar dan dahaga yang secara sadar dipilih untuk dilakukan dalam rangka menggapi rida tuhan. Ini terkait perintah puasa. 183-187
Dilanjutkan dengan larangan mengambil property (harta) orang lain secara illegal – dan tidak bermoral. 188
|
Sabar dalam kesempitan | Kualitas sabar di sini tidak hanya dalam kemiskinan atau kesulitan finansial atau krisis ekonomi, ini terkait dengan kesabaran berbasis pilihan. Saat orang berkorban sabar secara finansial, infaq fi sabilillah. Detail perintah pertama diberikan dalam meliputi dua bentuk (sabar dalam kemalangan dan kesulitan), serta sabar pada kombinasi antara pengorbanan fisik dan finansial yaitu perintah haji.189-203. Perpindahan pembicaran dari puasa ke haji, diindikasikan melalui referensi ke pembicaran mengenai masalah bulan baru sebagai indikator puasa maupun haji (189).
Di sini juga memberikan referensi juga pada sabar saat bahaya, perang 190-195. |
Beberapa catatan diberikan oleh Syaikh M.A. Darraz. Ketika haji disebutkan, ia tidak diikuti oleh aturan detail secara langsung, tetapi diikuti 6 ayat 190-195 mengenai perjuangan (jihad), baik fisik maupun finansial. Aturan detail haji dan umrah (ayat 196-203) justru diberikan setelah ayat mengenai jihad ini. Bagi sebagian orang ini mungkin terlihat ganjil ? Tetapi dari perspektif sejarah, Referensi kepada perjanjian Hudaibiyah. Biarlah pembaca dan pendengar menunggu sejenak dan memikirankan paparan ini sebelum detail haji diberikan. Sejajar dengan apa yang pernah kaum muslim alami dahulu, Ketika tertunda melalukan umrah ke Makkah dan kembali ke Madinah usai perjanjian hudaibiyah. Dari perspektif pedagogis, ini semacam praktik kesabaran pelajar menunggu pelajaran disampaikan. Pelajar tidak terburu-buru, dan tidak melakukan interupsi terhadap pelajaran yang disampaikan.
Ayat-Ayat Nasehat, sebagai Relaksasi (rehat sementara dari pembicaraan hukum). Ayat 200-214.
Nasihat guna mengkonsolidasi apa yang telah disampaikan. Nasehat terkait dengan peringatan khusus yang telah disinggung saat mendiskusikan haji. Peringatan yang membagi manusia berdasarkan aspirasi kehidupannya (visi ujung kehidupannya) (1) mereka yang mencari kesenangan dunia saja dan melupakan akhirat (2) mereka yang tujuannya kebahagiaan akhirat tanpa melupakan dunia (200-202). Selanjutnya ayat 204-207 memberikan nasehat mengenai dua golongan manusia dari latar motivasi perilakunya (1) yang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri walau berarti membahayakan hidup orang lain, dan berbuat kerusakan di bumi (2) mereka yang mencari rida tuhan dan sedia berkorban untuk itu. Ayat 208-214 nasehat untuk selalu menyucikan diri, peringatan jangan menyimpang dari jalan Tuhan, dan tetap tabah, sabar menghadapi beragam kemalangan, kesulitan; dan memberikan contoh dari komunitas-komuintas terdahulu.
Hukum-Hukum yang memerlukan kualitas Memenuhi Janji. Ayat 215-283.
Detail hukum bagian dua. Ini merupakan rangkaian hukum syari’at yang memerlukan kualitas untuk memenuhi perjanjian sebagaimana disinggung di ujung ayat 177. Detail hukum-hukum itu mulai dari kontrak yang perlu dihormati dan dijaga, keluarga – mengenai pernikahan, ketahanan keluarga serta hak dan kewajiban di dalamnya. Metode yang banyak digunakan dalam sub-bagian ini adalah metode tanya jawab.
Ayat 215-218 tanya jawab mengenai jihad, karena terkait selanjutnya diskusi mengenai anak yatim, dan bagaimana menangani urusan mereka, kondisi untuk menerima proposal pernikahan, dan Batasan-batasan dalam hubungan pernikahan (220-222). Rangkaian 223-237 aturan detail untuk kehidupan keluarga, ini terdiri dari dua bagian (1) ketika keluarga masih bersatu (223-232) (2) saat terjadi perceraian (232-237).
Sub-bagian 1, Ayat 223-232. Detail pola kesatuannya : 223 mulai dengan hak terkait dengan relasi seksual dalam pernikahan; 224-225 diikuti oleh perintah untuk memegang perjanjian ikatan nikah; 226–227 prinsip aturan dalam pernikahan, masalah sumpah tidak mendekati istri; 228 terkait dengan cerai berikut hak dan kewajibannya. Pembahasan terkait dengan sumpah tidak mendekati istri memberikan inidikasi (dalam bahasa) kemungkinan situasi yang memicu cerai; ketika ayat selanjutnya bicara mengenai cerai, ini merupakan urutan yang wajar.
Sub-bagian 2, Ayat 229-237. Membicarakan aspek aspek detail lain terkait pasca cerai.
Sub-bagian 3, Ayat 238-274. Mulai pembahasan mengena perjuangan di jalan Allah (Jihad dan Infaq fi sabilillah). Uniknya, hal ini dimulai dengan masalah salat (ashar) ? Bagaimana ini membantu memahami perubahan dari sub-bagian 2 (keluarga-perceraian) menuju bagian sub bagian 3 (terkait perjuangan) secara mendadak. Ayat 237 sudah memberikan persiapan melalui konklusi bagian sebelumnya. Peralihan dari atmosfer konflik (cerai) ke atmosfer cinta kasih sayang. Jangan lupa kebaikan-kebaikan orang lain (termasuk mereka yang sudah bercerai dengan kita). Seolah-olah ada arahan kalian sudah cukup memahami aturan terkait pasangan dan keturunan, saatnya mengalihkan perhatianmu kepada Tuhan dan komunitas. Solat, infaq dan berjuang.
Al Qur’an sekarang konsentrasi pada perjuangan (jihad), referensi kepada solat dan yang lain terkait dengan hal ini. Solat pada waktu perang,. 238-239. Solat memberikan kekuatan moral bagai kemenangan, wajar mendahulukan ini sebelum perintah perang. Pada saat yang sama solat membersihkan hati dari penyakit, sebagai obat sekaligus nutrisi spiritual. Perubahan cepat ini ada tujuannya. Perubahan mendadak ini memperlihatkan kepada mukminin bagaimana seharusnya sikap mereka terhadap panggilan spiritual muncul saat mereka terserap dalam totalitas kesibukan hidup. Mereka, seharusnya, dengan mudah memenuhi panggilan spiritual ini. Setelah itu Al Qur’an berbicara mengenai tema jihad.
Dalam perang ada dua kekhawatiran. (1) khawatir terhadap apa yang akan terjadi padanya, dan risiko kematian atau kekalahan yang mungkin didapatkan (2) khawatir terhadap keluarga dan keturunan yang akan menderita jika mereka terbunuh. Ayat 240-242 terkait masalah janda. Ayat 243 terkait dengan kematian, 246-253 mengenai kekalahan. Tuhan memberikan terapi terhadap semua kekhawatiran itu. Baru setelah itu muncul perintah Jihad (244-245). Contoh perjuangan (Thalut dan Dawud) diberikan pada 246-253.
Jihad meliputi pengorbanan diri dan harta. Jihad finansial tidak hanya terkait perang tetapi terkait juga dengan pembangunan, masyarakat. Pengorbanan diri sudah didientifikasi secara ringkas pada 244 kemudian dielaborasi 246-253 (lihat paragraph di atas). Pengorbanan finansial disinggung secara ringkas pada ayat 243, kemudian didetailkan pada ayat 254-260. Ayat 261-264 berbicara akhlaq dalam memberi (infaq, sedekah).
Diskusi kemudian terkait dengan antitesi infaq-sedekah yaitu keserakahan, ketamakan, eksploitasi atas yang lemah, juga riba. (275-279).
Bicara mengenai harta bicara juga mengenai transaksi dan investasi, pinjam-meminjam, perjanjian bisnis. Ayat 282-283 bicara mengenai dokumentasi, penyimpanan surat dan sertifikasi hak dan kewajiban finansial. Ditutup dengan perintah untuk jujur dan memenuhi janji.
Tujuan 4. Mengingatkan sifat relijius yang mengarahkan manusia menjalankan hukum dan mencegahnya dari melanggarnya. Ayat 284.
Hanya satu ayat disini, ayat 284. Diskusi dalam surat ini sudah lengkap membahas mengenai iman dan amal (aturan, legislasi), adakah hal lain yang belum didiskusikan ? Mengacu kepada salah satu hadist terkait rangkaian komitmen Iman, Islam dan Ihsan. Aspek Iman dan Islam (hukum, kepatuhan) sudah dibahas, disini diingatkan mengenai Ihsan, sifat relijiusitas dalam diri yang “merasa dilihat oleh Allah, dan Allah selalu melihatnya.” Karakter untuk menyempurnakan iman dan amal-nya.
Kesimpulan. Menegaskan mereka yang telah menerima seruan agama ini, dan menggariskan ganjaran yang akan mereka terima. Ayat 285-286.
Lima ayat pada pembukaan, awal surat berkorespondensi dengan kesimpulan di sini. Pada pembukaan, ada janji bagi mereka yang percaya, untuk mendapat petunjuk dan sukses. Pada ujung surat, kita menemui responsi dari janji itu.
- pemberitahuan suksesnya pesan yang dikirimkan : “Rasul dan orang beriman telah percaya
- pemenuhan janji kepada setiap jiwa yang mengikuti petunjuk: “setiap jiwa akan mendapatkan apa yang diusahakan
- pintu harapan terbuka lebar bagi yang mengikuti petunjuk: “doa”