- Ada dua kategori utama pendekatan dalam studi Quran; pendekatan melalui bahasa dan pendekatan melalui die. Quran secara simultan dan pada level yang sama merupakan kitab sastra sekaligus kitab doktrin.
- Pendekatan secara artistik, lingustik dan retorika mengasumsikan pengetahuan yang mendalam dalam bahasa arab. Pengantar studi ini menggunakan model pendekatan yang kedua.
- Latar belakang
- Sejarah Al Quran, tidak dapat dipisahkan dari sejarah Nabi Muhammad. Qur;an adalah fenomena yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
- Komposisi AL Quran. 1 Volume, 30 Juz, 114 surah. Kitab ini bukan saja ‘bacaan’ tetapi juga adalah buku, scripture; dua aspek ini saling menjaga. Quran adalah dokumen otentik.
- Bagaimana ajaran Quran, Islam tersebar. Kecepatan penyebarannya yang unik. Tidak cuma kecepatan, tetapi juga keluasan serta kedalamannya, luas teritori geografis maupun bidang kehidupan, serta kedalaman hujamannya secara individu maupun sosial yang tegar kokok bertahan dalam sejarah. Sejarah juga pernah menyaksikan penaklukan Alexander dengan kecepatan dan keluasan yang setara, tetapi tidak mendalam dan tidak mempengaruhi struktur sosial budaya yang ditaklukkannya. Helenisme hanya menyentuh kalangan elit, sedangkan petani dan yang selevel tidak berubah; bahkan justru penakluk ditaklukkan secara budaya oleh budaya yang dia taklukan. Penaklukan Alexander juga tidak berusia lama, setelah beberapa tahun wafat emperiumnya terpecah-pecah. Ada yang menafsirkan Islam tersebar karena pedang; sebuah penafsiran yang tidak tepat. Jauh-jauh sebelum Islam mengijinkan perang, ajaran Quran telah menginspirasi banyak orang. Orang tunduk dengan ajarannya, tanpa paksaan pedang. Bahkan ketika persekusi terjadi secara sporadis dan individual. Ijin perang muncul ketika Quraisy secara sistematis melakukan agresi; persekusi berubah menjadi agresi. Quran menggariskan etika bahkan dalam perang; karena sebenarnya perang bukan tanggung jawab kolektif aggressor, tetapi tanggung jawab individual para pemimpin. Islam juga merupakan agama dakwah, tugas yang dibebankan yang mesti dijalankan dengan energetik; secara bijak, argumentatif dan lemah lembut
- Ajaran Quran. Quran memiliki efek yang mengagumkan dalam jiwa, pemikiran. Hal ini karena memang ajarannya menjawab kebutuhan manusia terhadap keyakinan dan aksi; menjawab permasalahan manusia mengenai kebenaran, kebaikan dan keindahan. Sehingga Quran jumbuh dengan kebutuhan ini sebuah kitab yang merefleksikan ajaran relijius, moral dalam komposisi sastra yang agung.
- Kebenaran atau Elemen Relijius. Ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan besar manusia yang memecah belah beragam jawaban filosofis yang ada, beragam sistem yang diajukan. Pertanyaan mengenai, Dari mana asal muasala alam semesta ? dan kemana semesta ini mengarah ?. Kebenaran ilahiah yang diberikan kepada manusia tidak akan bercanggah satu dengan yang lainnya, kebenaran dalam jawaban terhadap pertanyaan ini harus sama dalam sejarah manusia. Ajaran yang diajarkan para utusan haruslah ajaran yang sama. Satu ajaran ini berlaku bagi seluruh manusia (pada masa lalu), manusia adalah satu umat, Tuhan adalah satu. Pengganti generasi merekalah yang membuat agama terpecah-pecah karena melupakan satu aspek dari ajaran primordial ini atau menampilkannya secara salah karena ambisi dan interes pribadi.
- Quran tidak mendefinisikan Islam sebagai rival bagi ajaran-ajaran nabi sebelumnya (Musa, Isa misalnya), justru Islam menempatkan para nabi dalam silsilah ajaran yang sama, tidak ada perbedaan pada mereka, bahkan islam mengajak menghentikan pecah belah ajaran itu. Jika doktrin ajaran sama, maka yang mencegah kita menerima ajaran mereka (secara partikular ajaran Muhammad) kecuali karena egoisme, kecemburuan, atau kesombongan. Islam mengajak untuk kembali pada doktrin primordial itu.
- Pokok awal adalah kita percaya pada adanya Satu Tuhan, yang maha kuasa dan transenden; pencipta alam semesta; tempat bergantung semua makhluk-Nya. Keindahan konsep ini terletak pada serasinya doktrin ini dengan doktrin kesatuan agama; perpecahan (schisme) terjadi dalam situasi pluralistik. Quran mengajak manusia kepada kebenaran sederhana ini, bahkan paganis arab pun mengakui kebenaran primordial ini. Karena kebenaran ini bukan sekedar ajaran yang diwariskan dari para leluhur, guru suci mereka; tetapi telah tertanam dalam jiwa kemanusiaan. Inilah monoteisme primordial yang disebut Quran sebagai agama yang lurus, benar (hanif, qoyyim). Kebenaran ini benar dalam konsepsi teoritis yang melatari sejarah umat manusia tetapi tertutupi secara praktikal dengan pemujaan kepada tuhan-tuhan lain (berhala, bintang, malaikat; perantara mereka dengan Tuhan); Tuhan hanya diseru ketika bahaya besar mengenai mereka, dan hanya mendapat sedikit saja dari persembahan mereka. Bahwa Tuhan itu Satu, menjadi hal yang sulit diterima dalam imajinasi paganis Arab kala itu. Beginilah kenyataan politeisme; bahkan mereka yang diberikan kitab terdahulu juga mengasosiasikan Tuhan dengan tuhan-tuhan lain di bawahnya.
- Quran menegaskan konsep awal (monoteisme) demi menghancurkan konsep politeisme ini; dengan (metode) mengungkap absurditas politeisme ini dan kebingungan pemikiran yang dibentuk oleh konsep politeisme ini. Ajaran tauhid ini diajarkan berbasis pada pre-existing idea (ide primordial yang telah ada), yang terkubur dalam beragam teori yang saling konflik pada pemikiran manusia. Islam tidak menemukan ini atau menyatukannya dari beragam fragmen tetapi memisahkannya dari tengah kekacauan dan mengembalikan kemurniaannya. Quran menjalankan proses ini dengan proses eliminasi bukan dengan penambahan (adisi).
- Kekuatan ide relijius dengan demikian tidak terletak atau berakar pada orisinalitasnya tetapi bahwa ia berasal dari asal yang mendasar (origin); semakin akar itu menancap pada kepercayaan jauh nenek moyang kita (yang asli, primordial, tauhid) semakin inspiratif kepercayaan itu terhadap antusiasme dan cinta kita padanya. Demikianlah Quran menyandarkan ajaran/doktrin tauhid ini pada tradisi kenabian di sepanjang sejarah.
- Jika seperti di atas gambarannya, bagaimana kita menjelaskan manusia dalam sejarahnya menganut doktrin yang bertentangan ? Hal ini karena sepanjang sejarah manusia mengagumi kekuatan kreatif, dimananpun ia bermanifestasi; prosesnya kemudian berubah dari kekaguman menjadi pemujaan. Hanya melalui refleksi dapat akal manusia dapat terangkat mengatasi fenomena yang dilihatnya dan melihat asal-usulnya (origin). Bergerak dari yang inderawi menuju yang akal budi. Quran mendorong refleksi ini. Refleksi terhadap fenomena alam semesta. Stabilitas fenomena alam tidak terletak pada alam itu sendiri, tetapi pada Kekuasaan dan Kemauan Tuhan. Penjelasan religious terhadap alam semesta justru berdasar pada intelijensi yang lebih tinggi dibanding sains. Problem metafisika diangkat tidak dengan memikirkan penyebab yang segera dikenali tetapi akan terpenuhi jika kita kembali ke sang Awal dari semua awal.
- Melalui ide Tuhan dengan semua sifat-sifat-Nya kita mengetahui hanya ada satu objek pemujaan, selanjutnya kita melihat konstruksi kehidupan ke depan. Tuhan bukan hanya Awal, Dia juga Akhir. Kepada-Nya semua akan kembali.
- Pagan arab dahulu kesulitan memahami kebangkitan kembali manusia di akhirat. Argumen Quran terhadap mereka berdasarkan fenomena alam, dimana Kekuasaan Tuhan termanifestasi. Tuhan maha kuasa mengembalikan manusia pada kehidupan kedua. Perhatikan kejadian kita sendiri; dari tidak ada mejadi ada, kemudian tidak ada; mengadakan kedua kalinya mudah bagi Tuhan.
- Kebaikan atau Elemen Moral. Manusia tidak hanya memerlukan kepercayaan saja, tetapi juga memerlukan aturan hidup yang praktis, yang dapat mengarahkan aktivitasnya dari momen ke momen, dalam perilaku personal, interaksinya dengan yang lain, juga dengan Tuhan. Manusia perlu iman, tetapi juga amal saleh. Iman juga pengorbanan, orang beriman juga orang yang bermoral. Dogma dan hokum, kepercayaan dan kepatuhan.
- Hal-hal praktikal memiliki signifikansi penting dalam Quran, keberadaannya seringkali bahkan sangat eksplisit menjadi syarat perlu bagi keselamatan final seseorang dan kebahagiaannya.
- Amal baik merupakan nilai positif yang ditekankan oleh Quran. Bagaiaman ia mendekati ini secara metodik ? Terlepas pada kemungkinan kita jatuh pada korupsi dan kesalahan, pada dasarnya kita mudah mengenal kebaikan, cinta dan kekaguman pada orang lain bahkan ketika kita tidak memiliki keberanian moral untuk menyamai mereka pada level yang sama. Kita membenci kesalahan yang kita perbuat. Berdasarkan perasaan universal terhadap baik buruk ini, adil tidak adil, Quran menyandarkan ajaran moralnya. Lebih dari 45 referensi kita dapatkan dalam Quran terkait kesadaran terhadap moral universal ini. Tetapi karena hanya sekedar sentimen natural saja tidak dapat memastikan kepatuhan pada aturan, diperlukan pendidikan.
- Paralel dengan cita rasa moral ini, manusia dibekali oleh intelijensi dan akal, sehingga ketika pengenalan terhadap apa yang baik dan buruk tidak jelas, selalu ada timbal balik tugas (untuk memikiran), yang secara universal dapat dikenali; melaui ajaran para bijak dari segala generasi.
- Tema utama wahyu terakhir adalah menautkannya dengan wahyu-wahyu sebelumnya. Semua rasul membawa skala keadilan dan menerima perintah untuk hidup secara terhormat, menyembah Tuhan dan mempraktekan keutamaan. Kisah para Nabi terdahulu mengafirmasi hal ini. Perhatikan 9 perintah Tuhan (mengecualikan mengenai hari sabat) dalam Taurat dan Quran. Demikian pula dengan ajaran-ajaran lain yang masih dapat kita temukan dalam Taurat atau Injil memiliki paralel yang sama dalam Quran. Bandingkan Khutbah di atas Bukit dengan ajaran Quran.
- Hukum perceraian. Taurat memberikan kebebasan penuh bagi suami untuk menceraikan istri, jika menemukan sesuatu aib atau perasaan terhadapnya. Injil mendukung hubungan suami-istri yang tidak terpisahkan, kecuali dalam kasus ketidaksetiaan. Hukum kisas.Taurat menuntut darah balas darah, sedangkan Injil menganjurkan pemaafan. Secara sekilas kita seakan akan melihat Injil membatalkan hukum taurat. Tetapi, dalam hal ini kita melihat hal ini merupakan dua aspek atau derajat dari hukum abadi yang sama; satu pada kutub keadilan, yang lain pada kutub kedermawanan. Moralitas berosilasi antara dua limit ini. Quran memberikan formulasi finalnya dalam 16:126, 4:20-21, 4:128, 4:35, 2:228-30, 65:12; Quran merekonsiliasi dua kutub ini, tetapi tidak berhenti di sini (demikian juga terhadap ajara-ajaran moralitas yang diwarisi); Quran selain menjaga dan menkonsilidasi juga memiliki misi, untuk menyempurnakan, menyelesaikan ajaran-ajaran para nabi sebelumnya.
- Apa kemudian hal baru dan progresif pada ajaran moral Quran ?
- Keutamaan/Kebaikan/Virtue Personal
Quran memberikan aturan dan prinsip baru. Aturan, pelarangan alcohol dan semua yang memabukkan. Prinsip, mengenai niat (intensi moral). Untuk menyemangati umatnya Musa membarbarkan visi mengenai tanah yang dijanjikan, janji kemenangan terhadap musuh, kesejahteraan teritorial. Kristus menandi era baru, menjanjikan kebahagian bukan di dunia ini, jiwa mesti memalingkan diri dari kehidupan dunia menuju kehidupan surgawi. Metode Quran, selalu konstruktif, tiba pada persilangan dua hal ini; dua janji meskipun dipelihara, tidak lagi dipresentasikan sebagai motif untuk aksi (amal). Tujuan kebaikan manusia bukan kerajaan dunia maupun kerajaan akhirat, tetapi Tuhan sendiri sebagai tujuan (ridha-Nya). 2:272
-
- Kebaikan interpersonal
Aturan Taurat dan Injil membentuk pohon kebaikan dengan cabang dan daunnya, pada Quran pohon ini selamanya berbuah dan berbunga. Etika keadilan dan etika kedermawanan, dijaga-dipelihara dalam Quran, dengan menambahkan kesempurnaan padanya, etika peradaban (ethical civilizational). Quran beberikan aturan kesopanan tinggi (surat an nur, al hujurat, an nisa : salam, masuk rumah, berpakaian, berbicara dsb); kebijaksanaan (jangan berburuk sangka),dan kepatutan/kesantunan (menampakkan perhiasan, hijab, makan, jilbab).
-
- Kebaikan Kolektif dan Universal
Aturan menonjol dalam hukum Yahudi adalah pembatasan antara Israel dan non-Israel. Kebaikan pada sesama Israel tidak meluas ke luar kaumnya (negerinya). Moralitas Kristen menghancurkan segregasi manusia ini, tetapi tidak secara tegas menampilkan kohesi sosial dan sentimen tanggung jawab kolektif yang dituntut teks-teks Yahudi. Kebaikan sosial Kristen, lebih inter-individual (komunitas spiritual universal) alih-alih bersifat kolektif. Penyatuan indah antara kebaikan kolektif dan universal kita temukan dalam Quran. Quran mengajarkan persaudaran dalam kemanusiaan (adam) sebagai tambahan persaudaran dalam iman. Perbedaan perasaan keagaamman bukan alasan untuk tidak dermawan dan penuh kebaikan kepada yang lain. Kejahatan yang dilakukan mereka yang tidak seiman tidak berarti kita harus memelihara atitut yang agresif, atau menghalangi kita untuk berbuat adil. Kebaikan dan keadilan dalam komunitas harus adil dan baik juga di luar. Die mengenai kebaikan universal pada saat yang sama tidak menjadikan kendurnya ikatan internal komunitas (tenggelam dalam lautan kemanusiaan). Sebaliknya, dua perintah mengingatkan komunitas akan perannya sebagai entitas organik dan berbeda. Satu, perintah untuk bersatu padu, tidak pecah belah sebagai satu kelompok yang bersatu dalam satu ideal dan kepemimpinan (3:102, 4:59). Lihat bagaima ibadah dalam memberi fungsi ini juga. Dua, perintah untuk tidak membiarkan kejahatan merajalela di antara mereka (amr maruf nahi munkar)
-
- Kebaikan internasional dan inter-confessional
Ini merupakan hal baru yang tidak didapati dalam Judisme atau Kritianitas. Prinsip yang mengatur perang yang ligitimate sebagai pertahanan diri, yang harus selesai setelah agresi berhenti. Prinsip perjanjian internasioanal meskipun tidak fair.
- Keindahan atau Elemen Literatur. Dalam jiwa manusia telah tertanam sudutpandang internal yang melaluinya yang benar dapat dipisahkan dari yang salah, yang baik dari yang jahat. Jiwa yang baik tidak meminta lebih dari ini dari sebuah doktrin, bahwa ia harus mengajarkan yang benar dan meyuruh yang baik; tanpa peduli amplop luarnya. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi semua orang, orang biasa umumnya, pertama akan lebih tertarik pada bentuk daripada isi. Mudah menilai berdasarkan yang tampak, sebelum meniliti isinya. Sensibilitas mendahului logika. Melalui perantara yang pertama kita dapat membawa kepada yang kedua. Sastra membantu membawa ilmu dan kebijakan, untuk memastikan keberhasilan, menangnya kebenaran dan kebaikan yang didakwahkan. Keindahan Al Quran sebagai wahana kebaikan dan kebenaran, tidak tertandingi.
- Keindahan bahasa Quran adalah sublim dan agung, ia mengenai hati tidak sekedar pendengaran, menumbuhkan kekaguman.
- Aspek keindahan Quran meliputi keindahan pengucapannya, rimanya, musikalitasnya, komposisinya, pilihan katanya, kedalaman maknanya, kemudahdipahaminya oleh beragam orang, pada saat yang sama menyimpan makna yang luas dan dalam. Perlu peralatan bahasa untuk mengapresiasi itu semua, sebagaimana orang arab dulu secara intuitif memahaminya.
- Satu aspek yang juga membuat banyak kalangan, orientalis terutama, gagal memahminya adalah aspek koherensi, kesatuan dalam sebuah surah. Tanpa memahaminya orang akan terjebak kepada prasangka tentang tema yang kacau, tanpa bentuk dalam ide, dan tanpa logika; yang diarahkan kepada Quran. Sebagian lain menjustifikasi semua disparitas yang disangkakan ini hanya untuk mengurangi nuansa monoton dan kebosanan. Yang lain mengkompensasi kegagalan mereka memahami ini dengan mengidentifikasi kesatuan puitik dalam setiap surah yang tidak dapat diterjemahkan. Sebagian orientalis menyalahkan kompilator, kodifikatorl; lupa bahwa susunan ini tauqifi dari rasul.
- Jika ingin melihat keindahan sebuah desain, seseorang tidak cukup hanya melihat sebagian kecil ayat saja yang ditarik keluar dari konteksnya. Perlu sebuah visi menyeluruh atas sebuah surah, dari beragam sudut pandang; dengan demikian dia dapat melihat simetri antar bagian-bagiannya dan harmoni komposisinya.
- M.Abdullah Darraz menyatakan bahwa sebuah surat sangat terorganisasi terdiri atas pendahuluan, pengembangan dan penutup. Pada permulaan beberapa ayat memberikan indikasi tema-tema yang akan dibahas. Urutan pengembangan sedemikian rupa sehingga setiap bagian tidak menggangu bagian selanjutnya; setiap bagian menemukan tempatnya yang definit dalam sebuah koordinat. Akhirnya muncul kesimpulan yang berkorespondensi dengan pengantar/pendahuluan.
- Jika kita mengambil fakta bahwa pewahyuan mengambil posisi (pada sebagian besarnya) sebagai responsi terhadap situasi tertentu, kita akan mendapatkan betapa ajaibnya penempatan ayat-ayatnya dalam sebuah surah. Kita bertemu fakta bahwa Quran tidak disusun secara kronologis. Tentu sudah ada rencana agung dalam penempatan (sebuah aspek mukjizat). Ada rencana awal (pre-determined plan).
- Bagi yang tidak memiliki perlengkapan organik untuk meneliti perencanaan dalam teks; dapat memahami urutan stylistiknya. Fragmen-fragmen serupa ditata sehingga satu fragmen cocok dengan yang lain, tanpa diskrepansi, apapun juga subjek tema yang dibawakannya maupun jarak waktu penurunannya. Kekaguman kita mencapai puncak ketika kita memahami bahwa bagian-bagian ini memiliki layout ynga berbeda pada saat pertama kali diturunkan.
- Kesimpulan, semua dalam Quran dikembangkan berdasarkan perencanaan edukatif dan legislatif yang detail, dari awal hingga akhirnya oleh Allah. Teks yang sama, yang secara kronologis membentuk perencanaan edukatif yang sempurna, kemudian ditarik keluar dari urutan historisnya untuk kemudian dikelompokkan dan dialokasikan kedalam beragam framework dengan ukuran yang berbeda; dan dari sini penyebaran bentuknya yang (sudah ditentukan/predestined) muncul, guna dibaca dan dikomposisi dalam bentuk yang integral, dengan memiliki kohesi sastrawi secara logis yang tidak kalah sempurna dengan argumen logisnya; pada dua bentuk penataan ini kita memahami skema yang muncul bukan dari nalar manusia.
- Sumber Quran. Dari awal hingga akhir, Quran berbicara kepada Nabi, atau bicara tentang Nabi; dengan tidak memberikan peluang bagi beliau untuk mengekspresikan sendiri pemikirannya. Sumber Quran bukan dari pikiran beliau, atau dari orang lain yang mengajarkan kepadanya. Karena yang mengajar beliau adalah malaikat yang diutus Tuhan.
- Periode Makkiah. Apakah latar belakang geografis hijaz dapat dijadikan latar munculnya doktrin Quran, sebagaimana Renan mengatakan ? Renan mengatakan bahwa ajaran Quran merupakan refleksi dari lingkungan arab ketika itu, ajaran Islam merupakan kelanjutan dari apa yang diyakini dan dipraktekkan oleh paganis arab saja. Teori Renan ini tidak valid. Quran memberikan bagaimana gambaran tradisi dan perilaku yang dipraktekkan oleh paganis arab dan mengkritik serta mengutuknya; praktek mengubur anak perempuan, prostitusi, kaum wanita sebagai warisan, penindasan yatim, pengabaian orang miskin dan penindasan yang lemah. Semua ini merupakan manifestasi dari kebodohon, jahiliyah. Secara ajaran pagan arab penuh dengan superstis dan takhayul. Ada orang hanif yang berdiri berbeda dengan tradisi mereka, tetapi mereka mengakui tidak memiliki kebenaran yang bisa dipegangi dan praktek ibadah yang sesuai bagi keyakinan mereka itu. Konsep-konsep jahiliyah mereka konsep rancu tanpa titik yang tegas sebagai acuan.
- Apakah sumber ajaran Quran merupakan pengaruh Judeo Kristian ? ini juga klaim yang lemah. Secara praktek, praktek keagamaan Judeo Kristian tidak memberikan pengaruh besar; bahkan ada ungkapan pengaruh mereka hanya pada tersebarnya minuman keras. Secar intelektual jua, tidak ada terjemahan taurat dan injil dalam bahasa arab ketika itu, penguasaan teoritis agama-agama ini terbatas pada kalangan intelektual mereka (rahib). Lingkungan arab sendiri adalah lingkungan buta baca-tulis. Nabi juga nabi yang ummi. Ketika Quraisy mensifati quran mereka tidak mengatakan Muhammad yang menulis, paling jauh mereka mengatakan Muhammad mendapatkan sesuatu yang telah tertulis. Kita juga perlu mempertimbangkan rasa kebaruan (novelty) yang dirasakan orang – orang arab ketika itu saat menerima dakwah Rasulullah.
- Periode Madinah. Tidak ada perubahan pesan antara periode ini dengan periode sebelumnya. Pengaruh judeo kristian sifatnya negatif, tidak dapat diafirmasi. Justru kecaman, kritik dan kutukan banyak dilakukan kepada komunitas Judeo Kristian pada periode ini. Tetapi ini adalah lanjutan apa yang turun pada periode sebelumnya. Kisah nabi-nabi yang juga disebutkan pada sumber-sumber Judeo Kristian justru dimulai sejak periode Makkah. Jadi tidak ada perubahan ajaran dalam periode ini, yang ada adalah kontinuitas. Problem yang sulit dimengerti oleh banyak kalangan terkait periode ini ada dua, masalah poligami dan perang.
- Dengan mempertimbangkan ini semua; sumber Quran tidak dapat ditelusuri dari pengaruh lingkungan maupun pengajaran orang lain kepada Nabi.
- Secara personal karakter nabi juga perlu kita pertimbangkan dalam penelusuran sumber ini. Potret Nabi dalam keutamaan karakternya tetap memiliki sensibilitas sebagai manusia biasa, kemauaan manusiawi dan keimanan. Semua ajaran yang beliau sampaikan melampaui pada yang menjadi keinginan manusiawinya. Tidak ada bagian-bagian Quran yang berurusan dengan kesedihan dan kegembiraannya sebagai manusia. Justru kadang kritik muncul untuk mengkoreksinya. Beliau sendiri tunduk pada apa yang turun kepadanya. Turun kepada beliau bukan semata sebagai ide, tetapi sebagai fenomena phonetic-auditori (empiris). Karya kolosal (Quran) yang mencakup beragam hal; ajaran religius, legislasi, moral, histori; bahkan pengungkapan kebenaran kosmologis yang tidak terbayang sebelumnya; merupakan fenomena yang terpisah dari kehendak, pikiran sang Nabi sendiri.
- Sumber al Quran juga tidak dapat ditelusuri dari pemikiran Nabi sendiri. Sumber al Quran adalah Tuhan semesta alam.